MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA



Fisika merupakan cabang sains yang mempelajari tentang gejala alam yang terkait dengan materi dan energi. Gejala alam dibentuk oleh interaksi berbagai besaran fisis. Dalam membentuk gejala alam satu atau lebih besaran fisis saling berhubungan dan saling berinteraksi. Untuk mempermudah proses analisis dan penjelasan fenomena alam tersebut para fisikawan biasanya menggunakan berbagai bentuk representasi. Hubungan fungsional yang terjadi antara besaran-besaran fisis dalam suatu fenomena biasanya dinyatakan dalam formulasi matematika yang sederhana dan kemudian divisualkan dalam bentuk grafis. Interaksi-interaksi antara besaran-besaran fisika yang terjadi dalam suatu fenomena biasanya digambarkan dalam bentuk diagram interaksi. Seiring dengan kemajuan bidang teknologi komputasi, maka representasi-representasi dari interaksi berbagai besaran fi sis dalam suatu fenomena dapat disajikan menggunakan format dinamis dalam bentuk animasi dan simulasi (Zacharia, 2003).
Miskonsepsi adalah suatu konsep yang dipercaya orang walaupun konsep tersebut salah (Anonim, 2008). Dalam pembelajaran fisika, sebagian guru mengalami kendala bagaimana cara menanamkan konsep secara tepat dalam diri siswa, karena sebanarnya dalam benak siswa sudah terdapat pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya tentang gejala fisika yang dianggap sama persis dengan konsep yang ada dalam kajian teoretis fisika, salah satunya adalah miskonsepsi tentang suhu dan kalor. Sejak kecil siswa sudah merasakan panas dan dingin, jika berada di dekat api akan panas dan ketika menyentuh es akan terasa dingin, sehingga siswa akan menjajagi lingkungan di sekitarnya secara aktif termasuk peristiwa yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari melalui proses asimilasi dan akomodasi. Sebagian siswa beranggapan bahwa antara suhu dan kalor sama, alat ukur yang digunakan untuk mengukur suhu dan kalor juga dianggap sama.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika harus dibekali konsep yang benar dan tidak mengalami miskonsepsi. Jika mahasiswa mengalami miskonsepsi, maka saat menjadi guru mereka akan menularkan miskonsepsi pada siswanya (Kurniadi, 2008).
Penelitian tentang miskonsepsi Fisika oleh praktisi pendidikan luar negeri juga tidak dipandang sebelah mata. Banyak praktisi dan pakar pendidikan melakukan penelitian tentang miskonsepsi. Kurnaz & Calik (2008) menggunakan pendekatan 5E untuk mengurangi konsep alterantif siswa, Kirikkaya & Gullu (2008) melakukan indentifikasi miskonsepsi dengan menggunakan tes konseptual, Aydin & Balim (2010) menggunakan strategi perubahan konsep untuk menghilangkan miskonsepsi siswa, (Baser:2006) menjelaskan efek dari penggunaan langkah-langkah perubahan konsep terhadap pemahaman siswa tentang konsep panas dan kalor. Penelitian-penelitian tersebut memperkuat bahwa miskonsepsi merupakan permasalahan serius dalam pembelajaran Fisika. (Georghiades & Fraser:2000) mengungkapkan bahwa ”Conceptual change learning (CCL) has been a predominant trend in science education over the last 25 years, basedon the foundations of constructivist learning and an epistemological view of the nature of science.”
Istilah miskonsepsi diungkapkan berbeda oleh para peneliti. Konsep alternatif, merupakan isitilah yang juga digunakan oleh peneliti Fisika (Kurnaz & Calik:2008). Miskonsepsi merupakan konsep yang dipahami siswa, berbeda dengan konsep yang dipahami ilmuwan/pakar. David Hammer (1996) mengungkapkan bahwa “misconceptions to refer only to the phenomenology of patterns in students’ responses that are inconsistent with expert understending”. (Giuseppe & Fraser :2012) mengungkapkan “Ideas and Explanations That vary significantly from accepted knowladge are typically called misconceptions or alternate conceptions, and science misconceptions abound”.
Miskonsepsi berbeda dengan prakonsepsi. Zhou & Brouwer (2008) mengungkapkan bahwa “Preconceptions serve as a platform from which students interpret their world”. Clement & Zietsman (1989) mendefinisikan prakonsepsi sebagai “idea heald before instruction”. Jika prakonsepsisiswa/mahasiswa berbeda dengaan konsepsi pakar, maka siswa/mahasiswa tersebut berpotensi miskonsepsi. Miskonsepsi dapat terjadi karena berbagai faktor, diantaranya intuisi (Clement & Zietsman:1989), abstrak dan susah dipahami
“In some cases, students generate erroneous explanations because some scientific ideas are abstract or counterintuitive and difficult to grasp without guidance”, informasi yang salah dari teman, guru, dan sumber ajar “In other cases, students learn wrong ideas created by others, including teachers and textbook developers”(Giuseppe:2012). Untuk mengurangi miskonsepsi, tidak hanya menggunakan metode atau model, faktor-faktor penyebab miskonsepsi juga perlu dipetimbangkan, seperti halnya guru, sumber ajar baik modul, buku maupun media.


References

Handhika, J., Kurniadi, E. & Muda, I., 2014. Pengembangan Media Pembelajaran Bermuatan Konflik Kognitif Untuk Mengurangi Dugaan Miskonsepsi Pada Mata Kuliah Fisika Dasar. Materi dan Pembelajaran Fisika, Volume 4.
K, S. E. & Komalasari, A., 2012. Miskonsepsi Tentang Suhu dan Kalor pada Siswa Kelas 1 di SMA Muhammadiyah Purwerejo, Jawa Tengah. Berkala Fisika Indonesia, Volume 4.
Suhandi, A. & Wibowo, F., 2012. Pendekatan Multirepresentasi Dalam Pemelajaran Usaha-Energi dan Dampak Terhadap Pemahaman Konsep Mahasiswa. Pendidikan Fisika Indonesia, Volume 8.

Comments